Kolaborasi Penting , Cegah Stunting

Stunting adalah gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang, yang ditandai dengan panjang atau tinggi badannya berada di bawah standar yang ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.

Upaya yang telah dilakukan pemerintah untuk menurunkan dan mencegah stunting adalah dengan Percepatan penurunan stunting yang merupakan setiap upaya yang mencakup Intervensi Spesifik dan Intervensi Sensitif yang dilaksanakan secara konvergen, holistik, integratif, dan berkualitas melalui kerjasama multisektor di pusat, daerah, dan desa. Dalam Perpres Nomor 72 tahun 2021 target percepatan penurunan angka stunting adalah 14 % di tahun 2024. Dalam hal ini BKKBN ditunjuk oleh presiden sebagai ketua pelaksana percepatan penurunan stunting. Tugas berat tentunya bagi BKKBN untuk mencapai target tersebut dalam kurun waktu yang tinggal hanya 3 tahun saja.

Pilar dalam Strategi Nasional Percepatan Penurunan Stunting salah satunya adalah penguatan dan pengembangan sistem, data, informasi, riset, dan inovasi dengan sasaran yaitu remaja, calon pengantin, ibu hamil, ibu menyusui dan anak berusia 0 (nol) – 59 (lima puluh sembilan) bulan. Sehubungan dengan hal tersebut salah satu upaya inovasi yang dilakukan oleh BKKBN adalah dengan membentuk Tim pendamping keluarga atau yang disingkat TPK. Tim pendamping keluarga ini terdiri dari bidan , PKK dan kader.

Konsep pendampingan oleh tim pendamping keluarga mencakup pendampingan pada pra nikah /calon pengantin,  ibu hamil dan kepada pasca persalinan sampai di bawah 2 tahun. Tentunya konsep pendampingan pada masing – masing sasaran tersebut sangat berbeda.

Yang pertama pendampingan calon pengantin, konsep yang dikembangkan oleh BKKBN yaitu dengan menilai status gizi pada calon pasangan usia subur tiga bulan sebelum menikah, sehingga mereka akan terkoreksi sebelum nanti masuk masa pernikahan dan bulan madu. Hal ini dilatarbelakangi oleh banyaknya remaja calon pasangan usia subur yang status gizinya bisa undernutrition atau ada yang sebagian anemia. Kondisi ini kalau tidak dicegah akan menghasilkan kehamilan stunting.

Mencegah sejak tiga bulan bagi calon pengantin ini penting sekali karena angkanya nanti akan sangat mempengaruhi secara signifikan untuk keseluruhan stunting dan keseluruhan kelahiran. Jumlah pasangan  yang menikah dalam satu tahun sekitar 2 juta pasangan dan yang hamil kurang lebih 1,6 juta pasangan. Dapat dikatakan bahwa hampir sepertiga dari kehamilan seluruh Indonesia berasal dari calon pasangan atau dari pasangan usia subur baru.

Ini merupakan strategi yang pertama yang dilakukan untuk mencegah dari hulu. Secara teknis, pendampingan terhadap calon pasangan usia subur tidak perlu lama dan tidak rumit karena hanya mengembangkan aplikasi yang dipakai untuk mendaftar mereka yang ingin menikah.  Di dalam aplikasi tersebut memasukkan ukuran-ukuran status nutrisi seperti tinggi badan, berat badan, HB, usia. Kemudian dari sana bisa dilihat siapa dan harus mendapatkan apa. Dari hasil tersebut juga bisa dibawa di dalam forum rembuk stunting atau semacam audit stunting yang kemudian bisa dijadikan dasar untuk melakukan terapi pada saat itu sebelum nanti pasangan menikah. Basisnya datanya bisa kecamatan atau bisa kabupaten tergantung dengan kondisi wilayah, kalau kabupaten yang merupakan wilayah yang besar maka bisa berbasis kecamatan manajemennya. Inilah konsep pendampingan yang hanya membutuhkan waktu 3 bulan dan  pendampingannya pun bisa secara tidak langsung.

Konsep yang dikembangkan oleh BKKBN adalah begitu diketahuan anemia, maka pasangan tersebut akan dikirimi modul virtual yang terkait dengan cara penanganan anemia. Baik itu minum tablet tambah darah berapa hari, bagaimana cara minumnya, dan kemudian di mana mendapatkan tablet tambah darah itu. Selanjutnya penilaian dilakukan setelah melakukan minum tablet tambah darah menjelang menikah. Hal ini tidak menghambat orang yang akan menikah tetapi menjadi syarat kalau mau menikah. Seandainya pasangan tidak memenuhi syarat misalkan anemia, bukan berarti akan melarang mereka menikah, tetapi kepada pasangan disarankan untuk menunda dulu untuk hamil, caranya adalah dengan menggunakan alat kontrasepsi,  bisa dengan pil yang ringan atau meggunakan kondom sampai fertilitas tercapai.

            Dari sini maka kita akan memiliki data orang yang akan menikah, tentunya dengan data tentang HB, status nutrisinya, body Mass index dan seterusnya. Ini merupakan terobosan yang harus dilakukan dalam pendampingan calon pasangan usia subur, dan ini sesuatu yang belum dilakukan yang merupakan sebuah inovasi dalam upaya percepatan penurunan stunting, sesuai dengan pilar dalam strategi penurunan stunting.

Selanjutnya adalah pendampingan pada pasangan usia subur atau pada keluarga dengan pus yang hamil.  Yang pertama tentunya melanjutkan aplikasi untuk memotitor keluarga yang dimulai dari calon pasangan usia subur. Dalam hal ini tim pendamping yang sama yaitu terdiri dari bidan , PKK dan kader. Didalam pendampingan ini bidan memimpin pendampingan untuk ibu hamil. Adapun tugasnya, masing-masing bidan bisa melakukan pemeriksaan kepada ibu hamil, kemudian menginput data hasil pemeriksaan itu di dalam aplikasi. Sebagai contoh kalau hamil muda misalkan memasukkan kapan HPM  (hari pertama menstruasi) nya,  kapan HPL (hari perkiraan lahir) nya,  kemudian juga apakah ada resiko resiko tinggi dari faktor usia atau penyakit-penyakit lain yang menyertai pada ibu hamil yang ada sejak semula. Selanjutnya data tentang kehamilan  yang mencakup anak ke berapa,  jaraknya berapa dengan kehamilan sebelumnya,  dan seterusnya.

Hingga dari sini sudah memasukkan yang menyangkut masalah resiko-resiko kalau nanti akan terjadi patologi kehamilan, resiko untuk stuntingnya maupun risiko kematian ibu dan resiko kematian bayi. Seandainya orang tersebut yang mau didata itu perlu dikunjungi, namun bidann tidak sempat, maka bisa PKK mengunjungi  atau juga bisa dibantu oleh kader, karena timnya juga terdiridari PKK dan Kader. Dengan  begitu yang memantau adalah orang terdekat karena kader dan PKK  ada di wilayah tersebut.  Hal ini tentunya akan mempermudah dan mempercepat proses pendampingan terhadap keluarga tadi. Tentunya dibawah pemantauan bidan, dan   kalau ada permasalahan dapat  di konsultasikan dengan ahli gizi yang ada di kecamatan atau di kabupaten.

Tim ini memantau terus, sehingga dengan model seperti ini paling tidak ada 8 kali atau  lebih pertemuan ibu hamil dengan bidannya. Perkembangannya diikuti dari trimester pertama, trimester kedua kemudian di trimester ketiga. Apabila ditemukan ukuran patologis atau  ukuran yang tidak sesuai ini ditengarai sebagai calon kasus melahirkan kasus stunting.  Kemudian ada sistem rujukan, ada audit stunting sebelum lahir. Inilah yang dibangun sehingga pengawalan ini sangat bermanfaat karena 5 juta ibu hamil dikawal oleh tim ini semua. Kenapa sangat bermanfaat karena sekali dayung dua tiga pulau terlampaui sekali mendampingi keluarga yang hamil, kematian ibu, kematian bayi dan stunting bisa diturunkan.

Tim akan terus mendampingi keluarga ini sampai detik-detik akan melahirkan. Ibu hamil yang sudah mendekati HPL (hari perkiraan lahir) sudah dipantau dan nanti akan melahirkan ke mana, ada kesulitan atau tidak. Apabila ada risiko tinggi pun sudah diketahui sehingga keluarga dari awal sudah menyiapkan rencana persalinan terhadap ibu hamil. Sehingga resiko 3 terlambat (terlambat mengetahui adanya kelainan atau penyakit pada ibu hamil , terlambat mengambil keputusan, dan terlambat mendapatkan tindakan) dapat diminimalisir.

Selanjutnya pada saat lahir, kalau melahirkan di bidan, tentunya bidan ikut mencatat datanya, berarti langsung dapat datanya.  Data yang dimaksud yaitu data panjang bayi dan berat badan bayi baru lahir.. Kalau panjang kurang dari 48 sentimeter dan berat badannya kurang dari 2500, ini akan menjadi target yang harus dimonitor terus karena akan menjadi bakat stunting. Tetapi kalau  tidak lahir di bidan, tentu sudah diketahui  melahirkan di mana. Inilah tugas tim Pendamping untuk mendapatkan data dari ibu hamil tersebut.  Kondisi bayi inilah yang kemudian sebagai data awal lahir dan ini menjadi data untuk stunting di awal persalinan.

Setelah itu tim pendamping keluarga tentu masih akan terus mendampingi Ibu pasca persalinan, ini terutama untuk konseling agar menggunakan alat Kontrasepsi (KB). Karena kenyataannya semua orang yang habis melahirkan atau yang disebut PUS Pasca Salin itu tidak ingin hamil selama 2 tahun tapi hanya sedikit sekali yang menggunakan KB yaitu sekitar 30%. Inilah peluang bagi Tim untuk mensosialisasikan KB pasca persalinan (KBPP).  Hal ini perlu menjadi perhatian karena spesing (Pengaturan jarak kehamilan) erat kaitannya dengan stunting, kalau jarak kehamilannya dekat maka angka kemungkinan stunting statusnya tinggi, dan ini sudah menjadi menjadi temuan ilmiah. BKKBN di tahun 2021 sudah menyediakan alat dan obat baru yaitu pil progestin atau disebut minipil yang aman bagi ibu menyusui. Selanjutnya  ada rekomendasi susuk atau Implant yang sudah bisa langsung dipasang pasca persalinan.

Tidak ketinggalan pendampingan terhadap bayinya,  tentu kalau data tadi sudah masuk maka kita mengetahui sasaran yang akan didampingi, terutama pendampingan intensnya adalah 1000 hari kehidupan pertama (1000 HPK). Tujuannya adalah jangan sampai yang lahirnya dulunya panjangnya 48 centimeter menjadi turun,  yang panjangnya kurang 48 cm dikawal selama sampai sebelum 24 bulan oleh tim pendamping ini untuk pendampingan ASI eksklusif dan pendampingan pemberian makanan tambahan pendamping ASI.

Inilah pentingnya makanan tambahan pendamping ASI. Riskesdas tahun 2020/2018 menunjukkan pada saat lahir yang panjang badannya tidak sesuai dengan umurnya yang hanya 48 centimeter kurang yang tadinya 22,6% setelah umur 24 bulan yang tidak sesuai dengan umurnya menjadi 37%,  kondisi ini menunjukkan kegagalan menyelamatkan bayi lahir dari Stunting. Kondisi inilah yang menyebabkan pendampingan makanan tambahan ini menjadi penting sekali. BKKBN sedang menyiapkan komponen-komponen susunan menu untuk lokal yang dapat digunakan sebagai makanan pendamping ASI bagi balita di Indonesia sesuai dengan  local product masing-masing daerah. Misalkan di Nusa Timur bisa sagu, jagung dan lain sebagainya.

Tim Pendamping Keluarga ini bukanlah merekrut orang-orang baru, namun memanfaatkan sumber daya manusia yang ada di Desa untuk bersama-sama melakukan pendampingan terhadap keluarga. Tentunya ini merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan rencana aksi nasional terhadap upaya percepatan penurunan stunting yang terdiri atas kegiatan prioritas yang paling sedikit mencakup penyediaan data keluarga berisiko stunting,  pendampingan keluarga berisiko stunting, pendampingan semua calon pengantin atau calon Pasangan Usia Subur (PUS), surveilans keluarga berisiko Stunting dan audit kasus Stunting.

Tentunya besar harapan kita semua dengan adanya inovasi ini yang merupakan kolaborasi dari tingkat paling bawah dan pencegahan yang dilakukan dari hulu dapat memberikan dampak yang signifikan terhadap upaya pencegahan stunting di tanah air.

Leave a Comment